RI Punya Banyak Lahan Buat Peternakan Sapi, Tapi Pembebasannya Sulit
Rabu, 23/09/2015 09:33 WIB
Namun, lahan-lahan yang tersedia tersebut sebenarnya sulit pembebasannya, butuh upaya keras dan proses yang panjang, bisa memakan waktu sampai bertahun-tahun. Menurut Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi, Syukur Iwantoro, masalah lahan memang kendala utama dalam pengembangan sektor peternakan di Indonesia.
"Potensi Indonesia di sektor peternakan tinggi sekali, tapi prosedur untuk pembebasan lahan harus diubah, harus dibuat lebih cepat," kata Syukur kepada detikFinance di Jakarta, Rabu (22/9/2015).
Syukur menjelaskan, lahan-lahan yang berpotensi untuk peternakan sapi namun sulit pembebasannya dapat digolongkan menjadi 3 berdasarkan statusnya. Pertama adalah lahan berstatus tanah ulayat, kedua adalah lahan berstatus hutan produksi atau APL (Area Penggunaan Lain), dan lahan terlantar yang sudah ada pemilik HGU-nya. "Lahan-lahan ini banyak berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua," ujarnya.
Untuk lahan berstatus tanah ulayat, tentu pembebasannya butuh pendekatan khusus kepada masyarakat adat. Kemudian untuk lahan berstatus hutan produksi dan APL, perlu diurus izin pinjam pakai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Dia menuturkan, biaya sewa untuk izin pinjam pakai kawasan hutan sangat mahal, mencapai Rp 1,6 juta per ha. "Ini tentu terlalu mahal untuk peternakan. Padahal kan peternakan sapi nggak merusak lingkungan seperti kegiatan pertambangan, harusnya di-nolkan saja biaya sewanya," ucapnya.
Sedangkan untuk lahan terlantar yang sudah ada pemilik HGU-nya, Syukur meminta agar BPN (Badan Pertanahan Nasional) memberikan sanksi tegas kepada pemiliknya dengan mencabut HGU bila sudah lewat dari 4 tahun. Daripada ditelantarkan, lebih baik diberikan saja kepada calon investor yang serius mau membangun peternakan sapi.
Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2010, HGU bisa dicabut kalau terlantar 4 tahun. Namun, proses pencabutannya cukup panjang prosesnya, harus melalui pemberian peringatan sampai 3 kali. "Kami usulkan agar aturan ini direvisi sehingga proses pencabutan HGU bisa dipercepat," kata Syukur.
Aturan ini pun di lapangan masih belum benar-benar ditegakan. Sebagai contoh, Syukur menyebut adanya puluhan ribu ha lahan terlantar di Kabupaten Fak Fak, Papua yang harusnya sudah dicabut HGU-nya. Lahan tersebut potensial juga untuk peternakan sapi. "Di Fak Dak ada puluhan ribu ha terlantar dari 15 tahun lalu, tapi HGU-nya masih belum dicabut," tuturnya.
Pihaknya berharap agar pesoalan lahan ini dapat segera diatasi sehingga pembangunan peternakan sapi dapat terealisasi. Dengan banyaknya peternakan sapi, Indonesia bisa segera mencapai swasembada daging sapi supaya tak tergantung lagi pada pasokan sapi impor. "Nilai investasi yang akan digelontorkan juga cukup besar, antara US$ 10 juta-30 juta untuk 1 peternakan sapi," tutupnya.
Comments
Post a Comment