Kaum Quraisy Menyerukan Toleransi Keyakinan
Di setiap akhir tahun, terjadi dua peristiwa yang membuat
sebagian umat Islam yang lemah menjadi bingung, bahkan terkadang mereka
kehilangan jati diri mereka sebagai seorang muslim, mereka tidak pandai
mengambil sikap saat dua hari raya umat non-Islam; Natal dan Tahun Baru
berlangsung. Mereka gagal memahami arti kata toleransi beragama.
Ada sekelompok
umat Islam yang turut serta merayakan hari raya umat non-Islam ini,
bahkan sebagian tokoh mereka menjadi pembicara di gereja. Menurut
pemahaman mereka ini adalah sikap yang bijak, ini adalah ekspresi yang
menunjukkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Benarkah demikian? Seperti itukah Rasulullah mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin? Mari kita berkaca dengan perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran dari kisah hidup beliau.
Permasalahn toleransi dalam hal keyakinan antar umat bergama,
seperti: umat Islam mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama
lain, berpartisipasi dalam ibadah-ibadah umat non-Islam dengan
merayakannya, atau bentuk-bentuk kerja sama yang mentoleransi kesyirikan
mereka terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya, tidak hanya terjadi pada hari ini.
Di zaman dahulu, tokoh-tokoh Quraisy; al-Walid bin Mughirah, al-Ash bin Wail, al-Aswad bin Abdul Muthalib, dan Umayyah bin Khalaf mengatakan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك
نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد
شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ،
كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan
kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi
dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran
agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami
akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang
lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir al-Qurthubi)
Inilah toleransi yang ditawarkan oleh orang-orang Quraisy di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengajak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpartisipasi dalam ajaran mereka, mengambil hal-hal yang baik yang
ada pada agama mereka, dan menghormati kesyirikan yang mereka lakukan.
Inilah jalan damai yang mereka tawarkan, agar
Nabi Muhammad tidak terus menyerukan dakwah yang (menurut mereka)
menimbulkan perpecahan di kalangan kabilah-kabilah Quraisy yang
sebelumnya saling menghormati. Lalu Allah wahyukan kepada Nabi-Nya
menjawab ajakan orang-orang Quraisy tersebut dengan menurunkan surat:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا
تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ
مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ
وَلِيَ دِينِ
Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai
orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Di zaman sekarang, seruan-seruan toleransi ini lebih halus dari
keterus-terangan orang-orang Quraisy di atas. Umat-umat non-muslim saat
ini mengambil pelajaran bahwa ajakan terus terang seperti di atas tentu
saja akan ditolak mentah-mentah sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah
menolaknya. Mereka memperbaiki dan memperhalus ajakan tersebut dengan
cara, apabila umat Islam merayakan hari raya, maka mereka akan
mengucapkan “selamat hari raya Idul Fitri / Idul Adha” atau mungkin
mengucapkan “taqobbalallahu minna wa minkum” di rumah-rumah kaum
muslimin, melalui media masa, iklan-iklan di jalanan atau bahkan di
televisi, apa maknanya? Mereka menyampaikan pesan secara halus, “Kalau
kami berhari raya, umat Islam bisa mengerti sendiri apa yang harus
mereka lakukan”. Mereka menginginkan umat Islam menghormati perayaan
kesyirikan mereka sebagaimana mereka mengucapkan selamat pada hari raya
umat Islam.
Propaganda toleransi, menghormati sesama, dan menjalin kerukunan dan
kedamaian mempengaruhi sebagian umat Islam sehingga mereka artikan
toleransi dengan pengertian yang sempit dan kaku, menjalin kerukunan dan
kedamaian mereka sempitkan ruangnya, padahal Allah tidak melarang
memberi hadiah kepada orang-orang non-Islam, menjenguk mereka ketika
sakit, bermanis muka dan ramah kepada mereka dll.
Demikianlah Nabi menyikapi toleransi dalam permasalahan keyakinan
yang ditawarkan oleh orang-orang Quraisy. Mudah-mudahan kita bisa
mencontoh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan pengertian Islam rahmatan lil ‘alamin.
Moga bermanfaat
Comments
Post a Comment